Beberapa tahun belakangan ini, gaya hidup minimalis semakin ramai dibicarakan. Mulai dari konten YouTube, Instagram, sampai buku-buku self-help semuanya ramai membahas soal hidup sederhana, bersih, dan “tidak ribet.” Tapi sebenarnya, apakah minimalisme ini cuma sekadar tren yang ikut-ikutan? Atau memang sudah jadi kebutuhan zaman sekarang?
Sebagai seseorang yang sempat juga terjebak dalam euforia beli-beli dan menumpuk barang, gue ngerasain sendiri betapa hidup jadi lebih ringan sejak mulai menerapkan gaya hidup minimalis. Tapi, yuk kita bahas dulu apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan gaya hidup minimalis?
Bukan Cuma Tentang Buang-Buang Barang
Banyak orang ngira kalau minimalis itu artinya harus buang semua barang, tinggal di rumah putih polos tanpa dekorasi, dan hidup kayak biarawan. Padahal enggak sesederhana itu juga.
Gaya hidup minimalis intinya adalah hidup dengan lebih sadar dan fokus pada hal-hal yang benar-benar kita butuhkan dan memberi nilai buat hidup kita. Jadi, bukan berarti lo harus buang koleksi action figure lo atau hanya punya tiga stel baju. Tapi lebih ke menyortir mana yang penting dan mana yang cuma bikin penuh lemari (dan kepala).
baca juga: TRISULA88 ALTERNATIF
Tren Media Sosial vs Realita
Memang harus diakui, media sosial punya andil besar dalam “memasarkan” gaya hidup ini. Feed Instagram penuh dengan foto apartemen serba putih, tanaman hias yang estetik, dan meja kerja super rapi. Tapi kadang, kita jadi salah paham dan mikir kalau minimalis itu cuma buat tampilan doang.
Padahal, di balik tampilan itu, ada filosofi hidup yang lebih dalam. Banyak orang beralih ke minimalisme bukan karena pengen ikut-ikutan, tapi karena merasa overwhelmed sama ritme hidup modern yang serba cepat, konsumtif, dan melelahkan.
Hidup di Era Serba Banyak
Kita hidup di zaman di mana pilihan itu enggak ada habisnya. Mau beli baju? Ada ratusan toko online. Mau nonton film? Ada puluhan platform streaming. Mau makan? Bahkan mie instan aja ada banyak varian. Terlalu banyak pilihan ini ternyata enggak selalu bagus, karena bisa bikin kita stres dan susah fokus.
Nah, minimalisme datang sebagai solusi. Dengan mengurangi “noise” dalam hidup, kita bisa punya ruang lebih untuk hal-hal yang benar-benar penting—kayak waktu buat keluarga, istirahat yang cukup, atau bahkan sekadar menikmati secangkir kopi tanpa gangguan notifikasi.
Bukan Soal Gaya, Tapi Mindset
Kalau ditanya apakah minimalisme itu cuma tren, menurut gue jawabannya: awalnya mungkin iya. Tapi makin ke sini, gaya hidup ini makin terasa jadi kebutuhan. Hidup minimalis itu bukan soal “gaya hidup keren”, tapi soal pilihan sadar untuk hidup lebih ringan dan terarah.
Di tengah kondisi dunia yang makin kompleks, krisis lingkungan, dan tekanan sosial yang makin tinggi, banyak orang merasa perlu buat “undur diri” dari semua kebisingan itu. Minimalisme jadi cara buat tetap waras di tengah dunia yang sibuk.
Jadi, Perlu Ikut Gaya Hidup Ini?
Jawabannya tergantung. Enggak semua orang cocok dengan gaya hidup minimalis yang ekstrem. Tapi kita semua bisa ambil intisarinya—mulai dari lebih selektif dalam membeli barang, mengurangi distraksi digital, sampai memberi waktu untuk hal-hal yang bikin kita bahagia.
Enggak perlu langsung jadi Marie Kondo. Mulailah dari hal kecil, seperti nyortir isi lemari, berhenti beli barang impulsif, atau mengurangi notifikasi di HP. Lama-lama, lo bakal ngerasain sendiri bedanya.
Penutupnya? Minimalisme mungkin berawal dari tren, tapi sekarang udah jadi cara hidup yang relevan banget sama kondisi zaman. Di tengah dunia yang makin ribet, siapa sih yang enggak pengen hidup lebih simpel dan damai?
Kalau lo sendiri, udah mulai tertarik nyoba belum?